Sholat Tarawih antara empat empat dan
dua dua rakaat
Oleh : Muhammad Elvi
Syam, Lc
Dipersentasikan di Muzakarah
Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sumatera Barat, Sabtu
15 November 2008
إن الحمد لله نحمده ونستعينه ونستغفره
ونعوذ بالله من شرور أنفسنا ومن سيئات أعمالنا من يهده الله فلا مضل له ومن يضلل
فلا هادي له ، وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له وأشهد أن محمدا عبده
ورسوله ، اللهم صل عل على محمد وعلى آله وأصحابه ومن تبعهم بإحسان إلى يوم الدين
وبعد :
Shalat tarawih adalah nama lain dari
qiyamullail yang dilakukan
pada bulan Ramadhan. Ibn Hajar mengatakan: "Shalat yang dilakukan
berjamaah pada malam-malam Ramadhan itu dinamakan tarawih karena pada awal
mereka berkumpul melakukannya dengan beristirahat antara setiap selesai dua
kali salam.
Shalat
tarawih pada bulan ramadhan disyari'atkan untuk dilakukan. Hal ini berdasarkan
sabda Rasulullah :
عَنْ أَبِي
هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ قَامَ
رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ (متفق عليه)
Dari Abi Huraiyrah bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam bersabda: barangsiapa menegakkan ramadhan karena iman dan mengharapkan
pahala maka diampuni dosa-dosanya yang telah berlalu. (Muttaqun 'alaihi)
Rasulullah melakukan shalat tarawih dan memberikan
dorongan kepada umatnya untuk mengerjakannya bersama imam, malahan ini pernah
dilakukan pada zaman rasulullah berdasarkan kepada hadits yang diriwayatkan
oleh Abi Dzar beliau berkata:
صُمْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلَمْ
يُصَلِّ بِنَا حَتَّى بَقِيَ سَبْعٌ مِنْ الشَّهْرِ فَقَامَ بِنَا حَتَّى ذَهَبَ ثُلُثُ
اللَّيْلِ ثُمَّ لَمْ يَقُمْ بِنَا فِي السَّادِسَةِ وَقَامَ بِنَا فِي الْخَامِسَةِ
حَتَّى ذَهَبَ شَطْرُ اللَّيْلِ
فَقُلْنَا لَهُ يَا رَسُولَ اللَّهِ لَوْ نَفَّلْتَنَا بَقِيَّةَ لَيْلَتِنَا هَذِهِ
فَقَالَ إِنَّهُ مَنْ قَامَ مَعَ الْإِمَامِ حَتَّى يَنْصَرِفَ
كُتِبَ لَهُ قِيَامُ لَيْلَةٍ ثُمَّ لَمْ يُصَلِّ بِنَا حَتَّى بَقِيَ ثَلَاثٌ مِنْ
الشَّهْرِ وَصَلَّى بِنَا فِي الثَّالِثَةِ وَدَعَا أَهْلَهُ وَنِسَاءَهُ فَقَامَ بِنَا
حَتَّى تَخَوَّفْنَا الْفَلَاحَ قُلْتُ لَهُ وَمَا الْفَلَاحُ قَالَ السُّحُورُ
Kami berpuasa bersama rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam,
beliau tidak mengimami kami, sampai tersisa tujuh hari dari bulan Ramadhan,
lantas beliau shalat mengimami kami hingga seperti tiga malam, kemudian beliau
tidak mengimami kami pada hari keenam, dan mengimami pada hari ke limanya
hingga separo malam, lantas kami mengatakan kepada beliau: Wahai rasulullah kalau
bisa engkau mengimami kami shalat sunat (tarawih) pada malam-malam yang masih
tersisa ini, belau memjawab: sesungguhnya barangsiapa berdiri (mengerjakan
shalat tarawih) bersama imam sampai imam selesai dituliskan baginya (pahala)
qiyam layl. Kemudian beliau tidak mengimami kami sampai tersisa tiga hari, lantas
beliau mengimami kami pada hari ketiga(dari hari tersisa), beliau mengajak keluarga
dan istri-istrinya. Beliau mengimami kami sampai kami khawatir terhadap falah,
aku (Jubair Ibn Nufair) bertanya: apa falah itu? Beliau (Abu Dzar) menjawab :
Sahur. Hadits diriwayatkan oleh Abu Dawud
,
An-Nasaiy
,
Ibn Majah dan al-Tirmizi
,
dan ia berkata : "Hadits hasan shahih".
Dua hadits di atas
menunjukkan bahwa qiyamullail disyariatkan dan dicontohkan oleh rasulullah.
Bahwa shalat tarawih itu adalah qiyamullail pada bulan ramadhan. Imam Nawawi mengomentari
hadits yang pertama dalam kitabnya beliau berkata: "Maksud dari qiyamullai
adalah shalat tarawih, dan ulama telah sepakat terhadap dianjurkannya shalat
itu."
Shalat ini dikerjakan di awal waktu setelah shalat isya ketika
berlalunya sepertiga malam atau separo malam. Bahwa shalat ini dikerjakan
sendiri-sendiri atau berjamaah. Shalat ini dilakukan di mesjid. Mengerjakannya
dengan berjamaah lebih afdhal daripada mengerjakan sendiri.
Bagaimanakah cara rasulullah mengerjakannya? Apakah dua dua raka'at atau
empat-empat raka'at? Apa saja dalil masing-masing pendapat ini?
Untuk mengupas masalah ini, penulis akan mencoba mengungkapkan
dalil-dalil kedua pendapat, dan perkataan ulama dalam memahami dalil-dalil
tersebut. Dan penulis disini hanya membahas tentang cara pelaksanaan shalat dan
tidak membahas tentang jumlah rakaat shalat tarawih.
Shalat Tarawih empat-empat raka'at
Pendapat pertama mengatakan bahwa shalat tarawih dilakukan dengan cara
empat rakaat, empat rakaat dan tiga rakaat untuk witir. Empat rakaat ini
dilakukan dengan satu tahiyat dan satu salam. Kalau seandainya seorang ingin
mengerjakan shalat tarawih 11 rakaat maka cukup dengan melakukan 3 kali salam yakni,
empat rakaat lalu salam, empat rakaat lalu salam dan tiga rakaat lalu salam.
Dalil atas cara pelaksaan seperti ini adalah hadis Asiyah sebagai berikut :
عَنْ سَعِيدِ بْنِ أَبِي سَعِيدٍ
الْمَقْبُرِيِّ عَنْ أَبِي سَلَمَةَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ أَنَّهُ أَخْبَرَهُ أَنَّهُ
سَأَلَ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا كَيْفَ كَانَتْ صَلَاةُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي رَمَضَانَ فَقَالَتْ مَا كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَزِيدُ فِي رَمَضَانَ وَلَا فِي غَيْرِهِ عَلَى إِحْدَى
عَشْرَةَ رَكْعَةً يُصَلِّي أَرْبَعًا فَلَا تَسَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ
ثُمَّ يُصَلِّي أَرْبَعًا فَلَا تَسَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ ثُمَّ يُصَلِّي
ثَلَاثًا قَالَتْ عَائِشَةُ فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَتَنَامُ قَبْلَ أَنْ تُوتِرَ
فَقَالَ يَا عَائِشَةُ إِنَّ عَيْنَيَّ تَنَامَانِ وَلَا يَنَامُ قَلْبِي
Dari Said Ibn Abiy Said al-Maqburiy dari Abiy Salamah Ibn Abd Rahman
bahwasanya dia memberitakan kepada Said bahwa ia bertanya kepada Aisyah semoga
Allah meridhainya bagaimana shalat rasulullah pada bulan Ramadhan? Aisyah
menjawab: Rasulullah tidak menambah di bulan Ramadhan dan tidak pula di
selainnya melebihi sebelas rakaat, beliau shalat empat, maka jangan anda tanya
tentang sempurna dan panjang (lama)nya, kemudian shalat empat, jangan anda
tanya tentang sempurna dan panjang (lama)nya kemudian shalat tiga. Aisyah
berkata: Aku bertanya: Ya rasulallah apakah engkau tidur sebelum witir?
Rasulullah menjawab: wahai Aisyah, sesungguhnya kedua mataku tidur, namun
hatiku tidak tidur.
Hadits ini diriwayatkan oleh al-Bukhariy
,
Muslim
,
Abu Dawud
,
Al-Tirmiziy
, dan
Al-Nasa'iy
. Semua
mereka meriwayatkan hadits ini dari jalur Malik, dari Said Ibn Abiy Sa'id
al-Maqbury dari Abi Salamah Ibn Abd Rahman dari Aisyah. Maka Malik adalah
madar
atau
makhraj hadits. Setelah diteliti dari semua ulama hadits yang
meriwayatkan hadits ini di kitab-kitab, mereka memakai jalur yang disebutkan di
atas. Dengan demikian hadits ini termasuk hadits
gharib sesuai dengan
pembagian hadits ahad kepada masyhur, aziz dan gharib.
Hadits ini adalah yang sudah diyakini keshahihannya, karena semua
perawinya adalah tsiqah; Malik adalah imam malik, Said Ibn Abi Said Al-maqburiy
adalah tsiqah
,Abu
Salamah adalah tsiqah muktsir
.
Komentar
terhadap hadits
Dari lafaz hadits di atas yang mengatakan : beliau shalat empat, maka
jangan anda tanya tentang sempurna dan panjang (lama)nya, kemudian shalat
empat, jangan anda tanya tentang sempurna dan panjang (lama)nya kemudian shalat
tiga, dipahami bahwa beliau mengerjakan shalat empat rakaat dengan satu
salam.
Ibn Hajar tatkala mengomentari hadits ini di dalam kitab fath al-bariy
beliau mengalihkan kembali pembahasannya ke kitab al-Tahajjut. Setelah
diteli di kitab tahajjut, beliau akhirnya mengalihkan pembahasannya kepada
hadits Ibn Umar bahwa shalat malam itu dua dua.
Sementara Al-Nawawi dalam syarah muslim, mengatakan: "
beliau shalat empat, maka jangan
anda tanya tentang sempurna dan panjang (lama)nya" maksudnya:
"rakaat-rakaat itu mencapai titik terakhir dari kesempurnaan indah dan
lamanya shalat beliau sehingga fenomena indah dan lamanya itu tidak membutuhkan
lagi kepada pertanyaan dan penjelasan."
Dalam 'aun al-Ma'bud mengatakan: "shalat empat" artinya empat
rakaat. Adapun apa yang telah berlalu dari penjelsakan bahwa beliau shalat dua-
dua, kemudian satu rakaat, maka dipahami pada waktu lain, kedua perkara itu
boleh.
Dalam Tuhfat al-Ahwazi syarah sunan Tirmizi : dipahami bahwa empat
rakaat itu bersambung dan ini yang zohir (yang tampak dari lafaz hadits) dan
dipahami bahwa empat rakaat itu terpisah namun pemahaman ini jauh (dari
zahirnya) tetapi pemahaman ini sesuai dengan hadits : Shalat malam itu dua-dua
raka'at. Hal itu yang dikatakan oleh pengarang Al-Subul, aku mengatakan, bahwa
permasalahan ini seperti yang dikatakannya, …. (kemudian shalat tiga) Zohirnya
rakaatnya terpisah.
Al San'aniy di dalam kitabnya Subulus Salam diwaktu mensyarah hadits ini
mengatakan:
( يُصَلِّي
أَرْبَعًا ) يُحْتَمَلُ أَنَّهَا مُتَّصِلَاتٍ وَهُوَ الظَّاهِرُ وَيُحْتَمَلُ أَنَّهَا
مُنْفَصِلَاتٍ وَهُوَ بَعِيدٌ إلَّا أَنَّهُ يُوَافِقُ حَدِيثَ { صَلَاةُ اللَّيْلِ
مَثْنَى مَثْنَى }
(Shalat empat) dipahami bahwa
empat rakaat itu bersambung dan ini yang zohir (yang tampak dari lafaz hadits)
dan dipahami bahwa empat rakaat itu terpisah namun pemahaman ini jauh (dari
zahirnya) tetapi pemahaman ini cocok dengan hadits "Shalat malam itu
dua-dua raka'at".
Perkataan shan'aniy mengisyaratkan bahwa dalam lafaz empat-empat itu terdapat
kemungkinan-kemungkinan. Hal ini menunjukkan ada peluang untuk ditafsirkan
dengan cara yang berbeda, boleh jadi empat sekali gus dengan satu salam, atau
dua dua artinya setiap dua raka'at tahiyat dan salam. Kemungkinan kedua ini
sejalan dengan hadits yang menerangkan shalat malam dua-dua raka'at.
Di dalam fatwa al-Azhar
mengatakan :
وقولها : " يصلى أربعا
" لا ينافى أنه كان يسلم من ركعتين ، وذلك لقول النبى صلى الله عليه وسلم
" صلاة الليل مثنى مثنى " . وقولة " يصلى ثلاثا" معناه أنه
يوتر بواحدة والركعتان شفع . روى مسلم عن عروة عن السيدة عائشة قالت : كان رسول
اللَّه صلى الله عليه وسلم يصلى من الليل إحدى عشرة ركعة، يوتر منها بواحدة، وجاء
فى بعض الطرق لهذا الحديث : يسلم من كل ركعتين) . المفتي عطية صقر .مايو 1997)
Perkataanya : shalat
empat : tidak berhilangkan bahwa beliau bersalam dari setiap dua raka'at, hal
itu disebabkan oleh sabda Rasulullah -shallallahu 'alaihi wa sallam- "
Shalat malam dua-dua. Dan perkataan : shalat tiga artinya beliau witir dengan
satu rakaat dan dua rakaat adalah bilangan genab. Muslim meriwayatkan dari
Urwah dari Aisyah ia mengatakan : beliau shalat malam 11 rakaat di antaranya
witir satu rakaat, dan di sebagian jalur hadits ini mengatakan: beliau salam
dari setiap dua rakaat. (Mufti Athiyah Shaqr, Mei 1997)
Fatawa di atas lebih menjelaskan bahwa bilangan empat tidak mutlak, maksudnya
mutlak empat rakaat yang bersambung tapi boleh jadi dua dua rakaat. Hal ini
juga disenyalir oleh as-Sha'aniy di subulus salam sebagaimana di atas.
Abdullah Bassam dalam mensyarah atau mengomentari hadits ini, dan
setelah mencantumkan kedua kemungkinan seperti disebutkan oleh Al-Shan'aniy
mengatakan: boleh jadi Aisyah menyebutkan empat rakaat secara berkelompok,
kemudian empat yang lain secara berkelompok, karena beliau tidak berhenti
setelah salam dari dua rakaat yang pertama, tapi berdiri lagi untuk dua rakaat
berikutnya. Apabila telah menyempurnakan empat rakaat beliau berhenti sehingga
beliau memisahkan antara dua dua pertama dengan empat berikutnya dengan waktu
tenggang yang panjang.
Dengan mencermati
perkataan di atas, maka pendapat pertama ini hanya berpegang kepada satu
hadits, yaitu hadits Aisyah. Ulama yang mengomentari secara tegas bahwa hadits
ini menunjukkan shalat tarawih empat-empat rakaat juga tidak ditemukan, tapi
minimal memberikan pemahaman, bahwa empat rakaat dilakukan satu salam. Sesuatu
yang belum jelas dan bisa dipahmi dengan bermacam pamahaman, maka istidlal
dengan dalil ini menjadi lemah.
Shalat
Tarawih dua - dua raka'at
Pendapat kedua ini mengatakan bahwa tarawih adalah shalat malam, maka
cara pelaksanaannya sama dengan shalat malam. Bahwa pelaksanaan shalat malam
itu dilakukan dua dua rakaat, artinya bersalam dari setiap dua rakaat. Hadits
yang menerangkan hal ini diriwayatkan dari Ibn Umar, Ibn Abbas, Zayd bin Khalid
al-Juhani, Aisyah, Al-Muthallib Ibn
Rabi'ah dan Amr Ibn 'Abasah. Penulis akan mencantumkan hadits-hadits
tersebut sebagai berikut:
a. Hadits
Ibn Umar
عَنْ ابْنِ عُمَرَ أَنَّ رَجُلًا
سَأَلَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ صَلَاةِ اللَّيْلِ
فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ عَلَيْهِ السَّلَام صَلَاةُ اللَّيْلِ مَثْنَى مَثْنَى فَإِذَا
خَشِيَ أَحَدُكُمْ الصُّبْحَ صَلَّى رَكْعَةً وَاحِدَةً تُوتِرُ لَهُ مَا قَدْ صَلَّى
وَعَنْ نَافِعٍ أَنَّ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عُمَرَ كَانَ يُسَلِّمُ بَيْنَ الرَّكْعَةِ
وَالرَّكْعَتَيْنِ فِي الْوِتْرِ حَتَّى يَأْمُرَ بِبَعْضِ حَاجَتِهِ
Dari Ibn Umar bahwa ada
seorang bertanya kepada rasulillah tentang shalat malam, beliau menjawab: shalat
malam dua-dua raka'at, apabila salah seorang diantaramu khawatir waktu shubuh,
beliau shalat satu raka'at untuk dijadikan witir (penutup) terhadap shalat yang
telah dikerjakan. Dari Nafi' mengatakan bahwa Abdullah Ibn Umar bersalam
antara satu dengan dua rakaat yang sebelum.
Hadits diriwayatkan oleh
Al-Bukhari
, Muslim
,
Abu Daud
,
Al-Tirmizi
,
An-Nasai
, Ibn
Majah dari Ibn Umar. Dari Ibn Umar
terdapat delapan orang murid beliau yang meriwayatkan darinya, mereka itu
adalah Abdullah Ibn Dinar, Nafi', al-Qasim, Anas Ibn Sirin, Salim Ibn Abdillah,
Thowus, Ubaidillah Ibn Abdullah Ibn Umar, abdullah Ibn Syaqiq. Walaupun redaksi
sedikit berbeda, namun substansinya satu yaitu shalat malam itu dua-dua rakaat.
Al-Bukhariy mencantumkan hadits Ibn Umar dari empat jalan, yaitu dari Abdullah
bin Dinar, Nafi, Al-Qasim, Anas Ibn Sirin, dan Salim Bin Abdillah.
Al-Tirmidziy mengomentari
hadits ini mengatakan: dalam bab ini ada hadits dari Amr Ibn Abasah, hadits Ibn
Umar ini hadits hasan shahih. Menurut ahli ilmi (ulama) praktek ibadah sesuai
dengan ini yaitu shalat malam dua-dua raka'at. Ini adalah pendapat Sufyan
al-Tsauriy, Ibn Mubarak, Syafi'iy, Ahmad dan Ishaq.
Muslim mencantumkan
pengertian matsna, matsna dengan mengatakan: ada yang bertanya kepada Ibn Umur:
Apa makna dari matsna-matsna? ia menjawab: anda bersalam pada setiap dua
rakaat.
b. Hadits Ibn Abbas
Hadits yang menerangkan
shalat malam dengan dua-dua rakaat juga diriwayatkan oleh Ibn Abbas sebagaimana
di shahih al-Bukhari
dan
Muslim,
أَنَّ ابْنَ عَبَّاسٍ أَخْبَرَهُ أَنَّهُ بَاتَ
عِنْدَ مَيْمُونَةَ وَهِيَ خَالَتُهُ فَاضْطَجَعْتُ فِي عَرْضِ وِسَادَةٍ
وَاضْطَجَعَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَهْلُهُ فِي
طُولِهَا فَنَامَ حَتَّى انْتَصَفَ اللَّيْلُ أَوْ قَرِيبًا مِنْهُ فَاسْتَيْقَظَ
يَمْسَحُ النَّوْمَ عَنْ وَجْهِهِ ثُمَّ قَرَأَ عَشْرَ آيَاتٍ مِنْ آلِ عِمْرَانَ
ثُمَّ قَامَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى شَنٍّ
مُعَلَّقَةٍ فَتَوَضَّأَ فَأَحْسَنَ الْوُضُوءَ ثُمَّ قَامَ يُصَلِّي فَصَنَعْتُ
مِثْلَهُ فَقُمْتُ إِلَى جَنْبهِ فَوَضَعَ يَدَهُ الْيُمْنَى عَلَى رَأْسِي
وَأَخَذَ بِأُذُنِي يَفْتِلُهَا ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ ثُمَّ رَكْعَتَيْنِ
ثُمَّ رَكْعَتَيْنِ ثُمَّ رَكْعَتَيْنِ ثُمَّ رَكْعَتَيْنِ ثُمَّ رَكْعَتَيْنِ
ثُمَّ أَوْتَرَ ثُمَّ اضْطَجَعَ حَتَّى جَاءَهُ الْمُؤَذِّنُ فَقَامَ فَصَلَّى
رَكْعَتَيْنِ ثُمَّ خَرَجَ فَصَلَّى الصُّبْحَ (رواه البخاري و مسلم )
Sesungguhnya Ibn
Abbas memberitahunya (Kurayb), bahwa Ibn Abbas menginap di rumah Maymunah
bibinya, maka aku berbaring membelintang bantal, sementara rasulullah dan
istrinya membujur, lalu beliau tidur sampai separo malam atau sekitar, lantas
beliau bangun, lalu beliau menghilangkan tidur dari wajahnya kemudian membaca
sepuluh ayat dari surat ali Imran, kemudian bangkit menuju wadah air dari kulit
yang tergantung, lantas beliau wudhu' dengan sempurna, kemudian beliau berdiri
mengerjakan shalat, lalu aku mengerjakan hal yang sama, dan berdiri di
sampingnya. Lalu beliau letakkan tangannya di atas kepalaku dan menarik
kupingku lalu memilinnya, kemudian beliau shalat dua rakaat, kemudian dua
rakaat, kemudian dua rakaat, kemudian dua rakaat, kemudian dua rakaat, kemudian
dua rakaat, kemudian witir, kemudian beliau berbaring sampai datang muazin,
lalu bangun mengerjakan shalat dua raka'at, lalu keluar (pergi mesjid) dan
mengerjakan shalat subuh. (H.R. Al-Bukhariy dan Muslim)
c. Hadits Zayd bin Khalid al-Juhani
Di antara sahabat yang
meriwayatkan dari rasulullah tentang shalat beliau adalah Zayd bin Khalid
al-Juhani yang diriwayatkan oleh Muslim, Abu Daud, dan An Nasa'I :
عَنْ زَيْدِ بْنِ خَالِدٍ الْجُهَنِيِّ أَنَّهُ
قَالَ لَأَرْمُقَنَّ صَلَاةَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
اللَّيْلَةَ قَالَ فَتَوَسَّدْتُ عَتَبَتَهُ أَوْ فُسْطَاطَهُ فَصَلَّى رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَكْعَتَيْنِ خَفِيفَتَيْنِ ثُمَّ صَلَّى
رَكْعَتَيْنِ طَوِيلَتَيْنِ طَوِيلَتَيْنِ طَوِيلَتَيْنِ ثُمَّ صَلَّى
رَكْعَتَيْنِ وَهُمَا دُونَ اللَّتَيْنِ قَبْلَهُمَا ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ
دُونَ اللَّتَيْنِ قَبْلَهُمَا ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ دُونَ اللَّتَيْنِ قَبْلَهُمَا
ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ دُونَ اللَّتَيْنِ قَبْلَهُمَا ثُمَّ أَوْتَرَ
فَذَلِكَ ثَلَاثَ عَشْرَةَ رَكْعَةً (رواه مسلم و أبو داود و النسائي )
Dari Zaid Ibn Khalid
al-Juhaniy ia berkata: sungguh aku akan mempersentasikan shalat malam
rasulullah, maka aku bersandar ke tangga atau kemahnya, lantas rasulullah
shalat dua rakaat yang ringan, kemudian dua rakaat yang panjang, yang panjang,
yang panjang, kemudian shalat dua rakaat lebih pendek dari yang pertama,
kemudian shalat dua rakaat lebih pendek dari sebelumnya, kemudian shalat dua
rakaat lebih pendek dari sebelumnya, kemudian shalat dua rakaat lebih pendek
dari sebelumnya, kemudian shalat witir, yang keseluruhannya 13 rakaat.
d. Hadits Aisyah :
عَنْ عَائِشَةَ
زَوْجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَتْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي فِيمَا بَيْنَ أَنْ يَفْرُغَ مِنْ صَلَاةِ
الْعِشَاءِ وَهِيَ الَّتِي يَدْعُو النَّاسُ الْعَتَمَةَ إِلَى الْفَجْرِ إِحْدَى عَشْرَةَ
رَكْعَةً يُسَلِّمُ بَيْنَ كُلِّ رَكْعَتَيْنِ وَيُوتِرُ (رواه مسلم و النسائي
)
Dari Aisyah istri nabi
-shallallahu 'alaihi wa sallam- berkata: rasulullah -
shallallahu 'alaihi wa
sallam- mengerjakan shalat setelah selesai dari menerjakan shalat Isya yang
orang menyebutnya dengan shalat atamah sampai waktu fajar sebanyak sebelas
rakaat, beliau bersalam antara setiap dua rakaat dan mengerjakan witir. (Muslim
dan an-Nasai)
أَنَّ عَائِشَةَ حَدَّثَتْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ كَانَ يَرْقُدُ فَإِذَا اسْتَيْقَظَ تَسَوَّكَ ثُمَّ تَوَضَّأَ ثُمَّ صَلَّى
ثَمَانِ رَكَعَاتٍ يَجْلِسُ فِي كُلِّ رَكْعَتَيْنِ فَيُسَلِّمُ ثُمَّ يُوتِرُ
بِخَمْسِ رَكَعَاتٍ لَا يَجْلِسُ إِلَّا فِي الْخَامِسَةِ وَلَا يُسَلِّمُ إِلَّا فِي
الْخَامِسَةِ
Sesungguhnya Aisyah
berkata: sesungguhnya rasulullah -shallallahu 'alaihi wa sallam- tidur,
jika beliau bangun, beliau bersiwak, kemudian berwudhu', kemudian shalat
delapan rakaat, duduk pada setiap dua rakaat lantas beliau salam, kemudian
berwitir dengan lima rakaat, beliau tidak duduk
(tasyahud), kecuali pada rakaat ke lima, dan
tidak salam dari shalat kecuali pada rakaat ke lima itu.
e. Hadits Al-Mathallib Ibn Rabe'ah
Al-Mathallib Ibn Rabe'ah,dan Amr Ibn Abasyah, semuanya diriwayatkan oleh
Imam Ahmad di musnadnya.
عَنْ الْمُطَّلِبِ بْنِ رَبِيعَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ صَلَاةُ اللَّيْلِ مَثْنَى مَثْنَى وَإِذَا
صَلَّى أَحَدُكُمْ فَلْيَتَشَهَّدْ فِي كُلِّ رَكْعَتَيْنِ (رواه أحمد )
Dari al-Muthallib Ibn
Rabe'ah bahwa rasulullah mengatakan: shalat malam dua –dua, jika salah seorang
diantaramu shalat , maka hendaklah dia bertasyahud pada setiap kali dua raka'at. Hadits
diriwayatkan oleh Imam Ahmad.
f. Hadits Amr Ibn
Abasyah
عَنْ عَمْرِو بْنِ عَبَسَةَ
عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ صَلَاةُ اللَّيْلِ
مَثْنَى مَثْنَى وَجَوْفُ اللَّيْلِ الْآخِرُ (رواه أحمد )
Dari Amr Ibn 'Abasah
dari Nabi -shallallahu 'alaihi wa sallam- ia bersabda: shalat malam dua-dua dan
di tengah malam yang terakhir.(Hadits diriwayatkan oleh Ahmad)
g. Hadits Abu Ayyub
عَنْ أَبِي أَيُّوبَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
كَانَ يَسْتَاكُ مِنْ اللَّيْلِ مَرَّتَيْنِ أَوْ ثَلَاثًا وَإِذَا قَامَ يُصَلِّي
مِنْ اللَّيْلِ صَلَّى أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ لَا يَتَكَلَّمُ وَلَا يَأْمُرُ بِشَيْءٍ
وَيُسَلِّمُ بَيْنَ كُلِّ رَكْعَتَيْنِ (رواه أحمد )
Dari Abi Ayyub bahwa
rasulullah -shallallahu 'alaihi wa sallam- menggosok gigi dua atau tiga kali,
karena terbangun malam. Jika bangun untuk mengerjakan shalat malam, beliau shalat
empat rakaat, tidak bicara, tidak memerintahkan seseorang. Beliau bersalam dari
shalat antara setiap dua raka'at.
h. Hadits Abi Sa'id
Ibn Majah menyebutkan
dalam bab hadits tentang shalat malam dan siang hadits Abi Sa'id yang
mengatakan bahwa salam dari setiap dua rakaat :
عَنْ أَبِي سَعِيدٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
أَنَّهُ قَالَ فِي كُلِّ رَكْعَتَيْنِ تَسْلِيمَةٌ
Dari Abi Sa'id dari
nabi -shallallahu 'alaihi wa sallam- ia berkata; setiap dua rakaat
Perkataan ulama
Ibn Abi Syaibah
mencantumkan beberapa riwayat diantaranya:
عن
أبي سلمة قال كان رسول الله صلى الله عليه وسلم يسلم في كل ركعتن من صلاة الليل
Dari Abi Salamah ia
mengatakan: adalah rasulullah -shallallahu 'alaihi wa sallam- bersalam pada
setiap dua rakaat dari shalat malam.
Adapun Sa'id Ibn Jubair
mengatakan: "Setiap dua rakaat ada pemisah"
.'Ikrimah
mengatakan: "antara dua rakaat ada salam"
.
Dalil pendapat kedua
sangat jelas, shahih dan banyak. Sebenarnya masih banyak lagi riwayat yang
memberikan sokongan bahwa shalat malam itu dua-dua termasuk pelaksanaannya pada
bulan ramadhan.
Pendapat Mazhab
Mazhab Hanafiyah
Dalam kitab Mukhtashar
Qaduri
[32]: adapun
shalat sunat malam, Abu Hanifah mengatakan: jika dilakukan delapan rakaat
dengan satu salam boleh, dan dibenci (makruh) jika lebih dari itu. Abu Muhammad
dan Yusuf mengatakan: Tidak boleh lebih dari dua rakaat untuk satu salam.
Di kitab al-Ikhiyar li
ta'lil al-Mukhtar 1/5 mengatakan :
كل
ترويحة أربع ركعات بتسليمتين يجلس بين كل ترويحتين مقدار ترويحة
Setiap tarwihah empat rakaat dilakukan dengan dua salam, orang yang
shalat itu duduk antara dua tarwihah seukuran tarwihah.
Maksud dari tahwihah itu dijelaskan dalam kitab al-banayah. Dimana
tarwihah itu adalah penamaan terhadap duduk istirahat setelah menyelesaikan
shalat empat rakaat dengan dua kali salam, sebagaimana dijelaskan di bawah ini
:
التراويح
وهي في الأصل اسم للجلسة وسميت بالتراويح لاستراحة الناس بعد أربع ركعات بالجلسة
ثم سميت كل أربع ركعات مجازا لما في آخرها ترويحة ... كل ترويحة بتسليمتين
Tarawih, pada asalnya adalah nama untuk perbuatan duduk, dan
diberikan nama tarawih untuk istirahat orang dengan duduk setelah empat rakaat,
kemudian dinamakan untuk setiap empat rakaat dalam bentuk majaz, karena di
akhir empat rakaat itu adalah duduk tarwihah. (duduk istirahat)… setiap
tarwihah dilakukan dua salam.
Dari tiga sumber yang penulis ambil dari buku fikih Hanafiy, bisa
diambil kesimpulan, bahwa Abu Hanifah memandang boleh melakukan shalat malam
delapan rakaat sekali gus dengan satu salam, namun dua orang muridnya yaitu abu
Muhammad dan Yusuf berpendapat yang berbeda, mereka menilai tidak boleh shalat
lebih dari dua rakaat untuk satu salam, karena pendapat mereka ini disokong
oleh dalil, yang mengatakan shalat malam dua –dua rakaat.
Kemudian dalam buku di atas dijelaskan makna tarawih, dan caranya, yaitu
tarawih adalah nama bagi duduk istirahat dari shalat empat rakaat. Dan caranya mengerjakan
empat rakaat dengan dua kali salam yakni shalat dua rakaat salam, langsung
berdiri untuk dua rakaat lagi setela itu istrirahat (tarwihah).
Mazhab
Maliky
Al-Kharasyi menjelaskan tentang tarawih bahwa dipertegas tarawih qiyam
ramadhan, dinamakan dengan itu karena mereka memanjangkan berdiri, sehingga
imam membaca dua ratus ayat mereka shalat dengan dua kali salam, kemudian imam
dan makmum duduk untuk istrirahat.
Shalat sunat itu
matsna-matsna artinya dua rakaat dua rakaat, dan
dibenci mengerjakan shalat empat rakaat (sholat sunat) tanpa dipisah dengan
salam.
Mazhab
Syafi'iy
Dalam kitab kifayat al-akhyar mengatakan : (Shalat itu) dinamankan
dengan tarawih karena mereka beristirahat setiap selesai dua kali salam, dan
dia niatkan shalat tarawih qiyamul Ramadhan pada setiap dua rakaat, jika
dikerjakan empat rakaat dengan satu salam maka tidak sah, berbeda dengan sunat
zohor kalau ia kerjakan empat rakaat satu salam, maka itu sah. Perbedaannya
adalah bahwa tarawih disyariatkan berjamaah, maka hal itu menyerupai shalat
fardu, maka tidak boleh dirubah dari bentuk yang telah didatangkan
(disyariatkan), dan waktunya adalah antara shalat isya sampai terbit fajar
kedua, dan mengerjakannya berjamaah lebih afdhal.
Di kitab al-Majmu' disebutkan: shalat tarawih berjamaah afdhal daripada
sendirian, karena ijma' sahabat dan ijma' ulama sepenjuru dunia atas hal itu.
(pembahasan cabang) waktu tarawih masuk dengan selesainya mengerjakan shalat
Isya, begitu disebutkan oleh al-Baghawi dan lainnya. Waktunya berlanjut sampai
terbit fajar, dan dikerjakan dua rakaat-dua rakaat seperti biasa, kalau
dikerjakan empat rakaat dengan satu salam, maka tidak sah, begitu disebutkan
oleh al-Qadhi Husain di fatwanya, karena hal itu menyelisihi yang disyariatkan.
Mazhab
Hanbaliy
Shalat malam dan siang dua-dua artinya bersalam dari setiap dua rakaat,
berdasarkan hadits Ibn Umar yang marfu' " Shalat malam dan siang dua –dua
" diriwayatkan oleh al-khamsah dan Imam Ahmad berhujjah hadits ini. Dan
hadits : (shalat malam dua-dua) muttafaqun 'alaihi tidak bertentangan dengan
hadits di atas, karena hadits ini adalah jawaban dari pertanyaaan yang
dilontarkan yang sudah ditentukan dalam pertanyaan, dan tidak ada nas-nas yang
menyatakan semata empat rakaat, karena tidak menghilangkan keutamaan memisahkan
rakaatnya dengan salam.
Kitab Inshaf mengatakan: "Dianjurkan untuk bersalam dari setiap dua
rakaat walau ia tambah. Di kitab furu' dikatakan: " Zahir dari perkataan
mereka bahwa shalat itu seperti yang lain (dari shalat sunat). Imam Ahmad
berkata tentang orang yang berdiri untuk mengerjakan rakaat ke tiga dalam
shalat tarawih : "Ia kembali (turun) walaupun sudah membaca, karena ia
wajib bersalam, hal itu akan dijelaskan sebentar lagi.
Analisa
Penulis Terhadap kedua pendapat
Setelah memaparkan kedua pendapat beserta dalil mereka masing-masing
serta sebagian pendapat ulama yang terkait kepada keduanya, maka penulis
mencoba mencermati dan memberikan analisa sebagai berikut.
1.
Pendapat empat – empat rakaat
hanya berpegang kepada satu dalil, yaitu hadits Aisyah yang diriwayatkan oleh
kutub sinttah kecuali Ibn Majah. Semuanya dari jalur Malik dari Said al-Maqburi
dari Abi Salam dari Aisyah. Berbeda dengan hadits yang menerangkan shalat dua-dua,
diriwayatkan oleh banyak orang. Hadits dari Ibn Umar dikeluarkan oleh kutub
sittah. Imam Al-Bukhari meriwayatkan hadits Ibn Umar dari empat jalur. Adapun
Imam Muslim meriwayatkan dari lima
jalur sanad.
2.
Disamping hadits Ibn Umar, ada
juga hadits-hadits yang lain yaitu: dari Ibn Abbas, Aisyah, Zayd bin Khalid
al-Juhani, Al-Muthallib Ibn Rabi'ah dan
Amr Ibn 'Abasah. Hal ini menunjukkan bahwa shalat dua dua rakaat lebih populer
riwayatnya daripada shalat empat-empat.
3.
Perkataan aisyah yang mengatakan
empat, empat, tiga, bisa dipahami dengan dua versi, yang pertama empat dengan
satu salam, dan kedua empat dengan dua salam. Artinya hadits ini tidak
memberikan satu pengertian yang jelas, tapi bisa dipahami dengan yang lain. Perkataan
al-Shon'aniy dalam subulus salam yang dijadikan argumen bagi yang berpendapat
empat-empat, hanya sebatas menjelaskan bahwa hadits ini bisa dipahami dengan
dua versi penafsiran. Namun secara realita, dia memperkuat pendapat dua-dua. Berbeda
dengan hadits dua, dua, dimana hadits ini hanya memiliki satu makna yang tidak
mungkin dipahimi kecuali dangan makna setiap dua rakaat menutupnya dengan salam.
4.
Dengan memakai kata
"tsumma" menunjukkan adanya fase atau masa yang memisahkan antara
empat pertama dengan empat berikutnya. Seakan-akan melakukannya dengan berkelompok-kelompok,
yaitu dengan cara empat rakaat dua kali salam, yakni setiap dua rakataat disudahi
dengan bersalam, terus segera berdiri untuk mengerjakan dua rakaat lagi,
setelah itu beristirahan. Sehingga dua dua tersebut seperti empat rakaat yang
bersambung. Hal ini dipertegas oleh makna tarawih dari kata tarwihah yang
artinya duduk istirahat setelah mengerjakan empat rakaat.
5.
Ditinjau dari komentar ulama, maka
yang berpendapat bolehnya mengerjakan shalat lebihdari dua rakaat dengan satu
kali salam adalah Abu Hanifah sebagai pencetus mazhab hanafy, namun pendapat
ini diselishi oleh dua orang muridnya. Dan setelah dilihat dari pemaparan dari
empat mazhab di atas, maka keempat mazhab berpendapat bahwa shalat tarawih
adalah dua dua. Dengan demikian jumhur ulama berpendapat bahwa shalat tarawih
adalah dengan dua rakaat dua rakaat. Maka pendapat yang mengatakan shalat
tarawih empat-empat rakaat adalah pendapat yang menyelisihi pendapat jumhur
ulama.
6.
Mentarjih hadits Aisyah yang
mengatakan empat, empat, tiga terhadap hadits dua-dua, menurut penulis
merupakan tindakan yang keliru, karena tarjih itu, baru bisa dilakukan jika ada
dua dalil yang kelihatannya kontraversial. Hemat penulis kedua dalil itu tidak
kontraversial. Apalagi Aisyah yang meriwayatkan hadits shalat empat-empat, juga
meriwayatkan dan menyatakan bahwa Rasulullah shalat malam dengan melakukan
salam dari setiap dua rakaat, seperti yang telah disebutkan di atas. Maka
hadits Aisyah empat-empat ditafsirkan oleh hadits Aisyah yang menyatakan salam dari
setiap dua rakaat. Dengan kedua dalil bisa diamalkan.
7.
Pemaparan di atas semakin
meyakinkan penulis, bahwa shalat tarawih dikerjakan dengan dua-dua rakaat,
bukan empat-empat, sebagaimana yang sudah menjadi tradisi. Maka tiada lain bagi
yang memahami hal ini kecuali kembali
kepada kebenaran, dan mensosialisikannya kepada masyarakat. Kembali kepada
kebenaran dan meninggalkan kekeliruan merupakan tindakan terpuji. Namun
bersekukuh di atas kekeliruan setelah dijelaskan dengan tindakan yang tidak
sepantasnya dilakukan oleh penuntut ilmu, yang menjunjung tinggi etika
keilmuan, apalagi menjunjung tinggi ajar yang sesuai dengan al-Quran dan
Sunnah.
Akhirnya penulis minta maaf, kalau sekiranya dalam penulisan ini ada
kekeliruan dan kesalahan, maklumlah, manusia memiliki sifat kilaf dan salah,
hanya kepada Allah –lah penulis minta ampun dan beristighfar. Semua kebenaran
yang ada tiada lain kecuali datangnya dari Allah ta'ala. Kemudian penulis
meminta kepada hadirin untuk bisa memberikan masukan, baik sanggahan, atau
sokongan agar diskusi untuk mencari titik kebenaran bisa tercapai dengan baik.
وما توفيقي إلا بالله عليه توكلت وإليه
المصير وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم تسليما كثيرا والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته
al-Azhim abadiy,
Muhammad Syams al-Haq, Aun al-Ma'bûd Syarh Sunan Abiy Dawud, Bairut, Dar Kutub
Ilmiyah, 1990
Al-Bassam, Abdullah
Ibn Abd Rahman, Tawdhih al-Ahkam min bulugh al-Maram, Makkah, Maktabah Nahdhah,
1997
CD kompoter Maktabah
Syamilah Mufti 'Athiyah Shaqr,
Fatawa al-Azhar.
al-Mubarakfuri, Muhammad
Abd Rahman Ibn Abd Rahim, Tuhfah al-Ahwadzi bisyarh Jami' al-Tirmidziy, Kairo,
Maktabah Ibn Taymiyah 1987
al-Ramafuriy,
Muhammad Ibn Umar Nashir al-Islam, Al-Banâyah fiy Syarh al-Hidayah, Beirut; Dar al-Fikr, 1990
al-Shan'aniy,
Muhammad Ibn Isma'il al-Amir, Subul Al-Salam, Dammam, Dar Ibn Jawziy1997